Islam memerintahkan kita untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya bahkan rasul pun mengatakan " carilah ilmu walau sampai ke negeri china". Ungkapan ini bukan hanya isapan jempol belaka, karena faktanya sampai saat ini banyak sekali ilmu-ilmu yang berada atau berasal dari negeri tirai bambu ini.
Eiiit, tapi jangan salah. Islam pun memiliki banyak para ilmuan dan penemu ulung dalam berbagai bidang. Sejarah pun mencatat, penemuan-penemuan baru ditemukan oleh para pakar dan ulama muslim. Mereka patut diberi penghargaan tertinggi di bidang ilmu pengetahuan. Dengan usaha kerasnya melakukan observasi, eksperimen bahkan melakukan pelayaran mengarungi samudera untuk pergi ke berbagai negara hanya untuk ilmu. Maka lahirlah nama-nama semisal Ibnu Haitsam, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Batuta, dan masih banyak lagi. Sebagian besar mereka menemukan benda-benda dan teori-teori di pelbagai ilmu pengetahuan jauh sebelum para ilmuan Barat menemukannya.
Orang-orang Arab pada zaman itu memang berpikiran jauh ke depan. Mereka gigih melakukan observasi dan eksperimen demi menggapai ilmu pengetahuan. Apalagi setelah ditemukan kompas, penjelajahan dunia makin intensif dilakukan. Dalam penelitian yang dilakukan antropolog Afrika Selatan, Dr Jefferys, dinyatakan orang - orang Arablah yang telah menemukan benua Amerika. Lima abad sebelum Columbus menemukannya.
Dalam penjelajahan ini, dunia harus berterima kasih kepada Ibnu Majid yang telah menemukan ilmu navigasi ( kompas ). Dialah sesungguhnya yang telah menemukan kompas (navigasi).
Ibnu Majid bernama lengkap Sihabuddin Ahmad bin Majid bin amr-Ad-Duwaik. Beberapa sumber sejarah menyebutkan ia hidup di abad 9 H atau 15 M. Keluarga Ibnu Majid berasal dari daerah Gurun Nejd, Yaman. Namun, tradisi kebaharian sudah mulai dilakukan sejak kakek dan ayahnya yang menjadi mualim ( navigator) di kawasan Laut Merah. Ayah Ibnu Majid merintis penulisan buku tentang navigasi yang diberi judul Al-Hijaziyya. Buku ini membahas tentang kondisi lautan sekitar kawasan Hejaz. Kelak, Ibnu Majid mengikuti jejak ayahnya dengan menulis buku-buku tentang kelautan dalam porsi lebih luas dan detail.
Lautan menjadi tempat yang tak asing bagi Ibnu Majid kecil. Ia sering mengikuti jejak pelayaran yang dilakukan ayahnya di kawasan Laut Merah. Ketika beranjak dewasa, pelayaran bersama kawan-kawannya dilakukan meluas merambah samudera Hindia. Penguasaannya atas kawasan tersebut mendorong dirinya untuk membuat buku sebagai pedoman bagi para pelayar setelahnya untuk mengarungi kawasan Samudera Hindia tersebut.
Produktivitas menulis Ibnu Majid memberkan sumbangan tak terhingga bagi dunia pelayaran sesudahnya. Pada masa sebelum kehadiran karya Ibnu Majid, sedikit para pelaut arab yang berani mengarungi lebih jauh dari kawasan Laut Merah, Pantai Timur Afrika hingga Pantai Tenggara Afrika dekat Madagaskar. Alasannya karena ketiadaan navigasi membuat mereka tersesat.
Para pelaut pemberani sudah pernah mencoba jalur selain yang dikenal dengan mendasarkan diri pada peta buatan Claudius Ptolemaus. Menurut peta tersebut, di selatan Sofala terdapat daratan yang membentang hingga ke Cina sebelah timur. Hanya celah sempit yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Petunjuk peta ini dikoreksi oleh Abu Rayhan Al-Biruni yang menjelaskan ada lautan, bukan hanya selat yang menghubungkan dua samudera besar tersebut.
Ibnu Majid membenarkan teori Al-Biruni. Berdasarkan pengalaman langsung menjelajahi wilayah tersebut, ia menyebut di selatan Sofala ada laut yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Penjelajahan yang dilakukan Ibnu Majid selain ingin membuktikan kesalahan peta Ptolemaus, juga keingintahuan dirinya tentang wilayah pantai Afrika secara keseluruhan. Saat itu, ia melakukan ekspedisi keliling Benua Afrika mulai dari Laut Merah ke arah selatan laut ke barat hingga Maroko dan Laut Tengah.
Kepandaian Ibnu Majid dalam perhitungan pelayaran atau navigasi mencapai puncaknya ketika ia berhasil membuat kompas dengan 32 arah mata angin. Kompas yang jauh lebih detil dengan kompas buatan ahli masa itu, terutama orang Mesir dan Maroko. Kreasi itu akhirnya dikenal sebagai bentuk awal kompas modern.
Ketika Ibnu Majid bertemu dengan para pelaut Portugis yang terkenal dalam penjelajahannya, ia tunjukkan kompas itu. Para pelaut Portugis mengaku belum pernah melihat kompas seperti itu sebelumnya. Karena penemuannya di bidang navigasi ini, kalangan pelaut Arab sangat meghormatinya. bahkan menyebutnya Syeikh Majid. Untuk mengenang Ibnu Majid, setiap akan melakukan pelayaran jauh, mereka memanjatkan do'a dengan membaca surat Al Fatihah.
Karya besar Ibnu Majid yang ada sampai sekarang antara lain Al-Fawaid fi Usul ilm Al-Bahr wa Al-Qawaid (Pedoman Dasar Ilmu Kelautan) yang lebih dikenal dengan Al-Fawaid saja dan Hawiyah Al-Ikhtisar fi Usul Ilm Al-Bihar (Rangkuman Ilmu Kelautan). Beberapa sumber menyebutkan karya beliau sangat banyak, namun kadang kala isinya tumpang tindih.
Semua karya Ibnu Majid tersebut didasarkan pada pengalaman dirinya sendiri selaku navigator dan dipadukan dengan teori-teori navigasi yang diperolehnya dari kitab para pendahulunya.
Referensi : Majalah Assalam FOSIKAGI FKG Unpad edisi 1
0 comments:
Post a Comment