Syahadat merupakan gerbang
awal setiap orang yang ingin masuk Islam. Syahadat bermakna pengakuan serta
kesaksian. Seperti kita ketahui, bahwa syahadat merupakan rukun Islam yang
pertama sebelum solat, zakat, puasa serta beribadah haji. Sungguh sangat mudah
jika seseorang ingin masuk ke dalam Islam. Hanya dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat yang berbunyi “ Asyhadu An
Laailaaha Illallah wa Asyhadu anna muhammadarrasulullah” orang tersebut
sudah secara sah masuk agama Islam. Satu-satunya agama yang haq. Tak ada yang lain.
Syahadatain bermakna bahwa
kita telah bersaksi dan mengakui bahwa tiada tuhan yang berhaq disembah dan
diibadahi selain Allah. Tak ada yang lain, hanya Allah saja. Dan kita pun
bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah, karena kita memang berada dan masuk
ke dalam zaman nabi terakhir, Rasulullah Muhammad saw. Oleh karena itu, ketika
kita mengganti syahadat kita selain dengan nama Allah dan Muhammad, berarti
kita telah mengingkari Allah sebagai tuhan dan Rasulullah Muhammad sebagai nabi
kita yang terakhir. Maka, syahadat kita pun batal dan otomatis kita telah
keluar dari gerbang Islam.
Memang sangat mudah bagi kita
untuk megucapkan dua kalimat syahadat tersebut, namun makna di dalamnya
sungguhlah begitu mendalam. Syahadat merupakan gerbang bagi pembebasan kita
dari kebodohan (kejahiliahan), penerimaan dengan ikhlas, keyakinan, ketaatan,
serta kecintaan yang tentunya menuntut segalanya dari diri kita. Memang dalam
Al Quran dikatakan bahwa “Tidak ada paksaan dalam agama ini..”, namun makna
dari ayat itu adalah bagi orang-orang yang masih berada di beranda luar dari
Islam. Tetapi, ketika kita memasuki gerbang Islam dengan mengucapkan
syahadatain, maka firman Allah “masuklah engkau ke dalam islam secara
menyeluruh ..”. Otomatis, kita haruslah mengikuti aturan yang berada dalam
Islam dengan segala sesuatu yang tentunya semua aturan yang telah Allah
tetapkan adalah hal terbaik bagi makhlukNya.
Syahadatain akan menuntut kita
untuk ridha, siap berkorban, takut akan kebencian Allah kepada kita, mengharap
padaNya, serta taat dan menantikan pertemuan denganNya. Sekarang-sekarang ini,
sedang maraknya “golongan sesat” yang di awal perekrutan anggotanya adalah
dengan mengatakan bahwa kita harus berbai’at (bersyahadat ulang) dengan
embel-embel bahwa berbai’atnya haruslah kepada orang yang ada keturunannya dari
Rasulullah, dengan menyodorkan berbagai macam ayat dan hadits yang tentu banyak
ditelan mentah-mentah bagi orang yang masih polos dengan Islam.
Memang semua dalil itu baik,
namun ketika suatu ayat atau hadits tidak ditempatkan pada tempat atau moment
yang seharusnya, maka itu pun akan menyesatkan. Seperti se-“golongan sesat”
ini, yang ketika di awal perekrutan mengatakan ini dan itu seolah-olah benar
dengan dalil yang mereka sudah hafal, yang akan meyakinkan targetnya. Setelah
sang target masuk, maka dari banyak kesaksian yang pernah mengikuti “golongan”
ini, mereka akan dituntut untuk banyak “berinfaq” demi “menebus dosa” dan
membentuk pemerintahan Islam, bahkan mencuri dari orang muslim yang belum
berba’iat pun diperbolehkan. Padahal uang yang dikatakan “infaq” tadi banyaklah
dipakai oleh para petinggi mereka untuk berfoya-foya semata. Sudah kacau
memang, “golongan” ini menggunakan syahdatain demi kepentingan financial
pribadi dengan berbagai alasan dan dalil yang seolah-olah benar. Padahal sahabat pun tidak pernah mencontohkan
yang namanya “syahadat ulang”, karena dalam salat pun kita selalu membaca
syahadatain guna mengingatkan dan terus menjaga akidah kita.
Maka dari itu, pentinglah bagi
kita untuk memahami makna syahadatain yang menjadi pintu gerbang kita memasuki
Islam yang indah ini. Sungguh logis bukan Allah menempatkan syahadatain sebagai
rukun Islam yang pertama?, tentu karena sebelum kita melakukan rukun-rukun yang
lain, keyakinan, keikhlasan dan penerimaan yang merupakan makna syahadatain itu
haruslah kita tanamkan terlebih dahulu dalam hati kita sebagai garis awal kita
melangkah di jalan Allah ini.